Rabu, 22 Januari 2014

PERENCANAAN APBN DAN APBD

PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT

POKOK MATERI :
1.      Gambaran Umum tentang APBN
2.      Fungsi Anggaran dan Penyempurnaan Penganggaran
3.      Tahapan dalam Proses Perencanaan Dan Penyusunan APBN
4.      Pelaksanaan Anggaran/Perbendaharaan

1.      Gambaran Umum tentang APBN
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003). APBN biasanya dimulai 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember tahun anggaran. Di dalam APBN tercantum besarnya penerimaan dan pengeluaran, serta pembiayaan dalam tahun anggaran yang direncanakan.
Penyusunan dan pelaksanaan APBN di Indonesia di laksanakan tanggal 1 April 31 Maret tahun berikutnya (tahun anggaran). Landasan hukum penyusunan APBN adalah terdapat pasal 23 Ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan:” Tiap- tiap tahun APBN di tetapkan undang-undang. Apabila dalam penyetujuan anggaran yang di usulkan tidak di setujui DPR maka pemerintah memakai anggaran tahun lalu (periode sebelumnya)”. Dan  dasar hukum lain yang melandasi penyusunan APBN adalah sebagai berikut :
a) UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan negara.
b) UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah..

2.      Fungsi Anggaran dan Penyempurnaan Penganggaran
Adapun fungsi anggaran, baik APBN maupun APBD yaitu sebagai berikut:
a.       Fungsi otorisasi,
mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
b.      Fungsi perencanaan,
mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
c.       Fungsi pengawasan,
mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d.      Fungsi alokasi,
mengandung arti bahwa anggaran pemerintah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian.
e.       Fungsi distribusi,
mengandung arti bahwa kebijakan anggaran pemerintah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
f.       Fungsi stabilitasasi,
mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut, telah dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran. Selain itu, dalam rangka reformasi bidang keuangan negara, penyempurnaan penganggaran juga dilakukan melalui pendekatan berikut ini:
a.       Pengintegrasian Antara Rencana Kerja dan Anggaran
Dalam penyusunan anggaran dewasa ini digunakan pendekatan budget is a plan, a plan is budget. Oleh karena itu, antara rencana kerja dan anggaran merupakan satu kesatuan, disusun secara terintegrasi. Untuk melaksanakan konsep ini Pemerintah harus memiliki rencana kerja dengan indikator kinerja yang terukur sebagai prasyaratnya.

b.      Penyatuan Anggaran
Pendekatan yang digunakan dalam penganggaran adalah mempunyai satu dokumen anggaran, artinya Menteri/Ketua Lembaga /Kepala SKPD bertanggung jawab secara formil dan materiil atas penggunaan anggaran di masing-masing instansinya. Tidak ada lagi pemisahan antara anggaran rutin dan pembangunan. Dengan pendekatan ini diharapkan tidak terjadi duplikasi anggaran, sehingga anggaran dapat dimanfaatkan secara lebih efisien dan efektif.

c.       Penganggaran Berbasis Kinerja
Konsep yang digunakan dalam anggaran ini adalah alokasi anggaran sesuai dengan hasil yang akan dicapai, terutama berfokus pada output atau keluaran dari kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu, untuk keperluan ini diperlukan adanya program/kegiatan yang jelas, yang akan dilaksanakan pada suatu tahun anggaran. Dalam penerapan anggaran berbasis kinerja ini diperlukan adanya: indikator kinerja, khususnya output (keluaran) dan outcome (hasil), standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah, standar analisa biaya, dan biaya standar keluaran yang dihasilkan.

d.      Penggunaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
Pemerintah dituntut untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Oleh karena itu, Pemerintah wajib menyusun Rencana Kerja Jangka Panjang, Rencana Kerja Jangka Menengah/Rencana Strategis, dan Rencana Kerja Tahunan. Dalam rangka menjaga kesinambungan program/ kegiatannya, pemerintah dituntut menyusun anggaran dengan perspektif waktu jangka menengah. Selain menyajikan anggaran yang dibutuhkan selama tahun berjalan, pemerintah juga dituntut memperhitungkan implikasi biaya yang akan menjadi beban pada APBN/APBD tahun anggaran berikutnya sehubungan dengan adanya program/kegiatan tersebut.

e.       Klasifikasi anggaran
            Dalam rangka meningkatkan kualitas informasi keuangan, Pemerintah menggunakan klasifikasi anggaran yang dikembangkan mengacu pada Government Finance Statistic (GFS) sebagaimana yang sudah diterapkan di berbagai negara. Klasifikasi anggaran dimaksud terdiri dari klasifikasi menurut fungsi, menurut organisasi, dan menurut jenis belanja.

3.  Tahapan dalam Proses Perencanaan Dan Penyusunan APBN

rncangan apbn.jpg

Tahap perencanaan pada Pemerintah Pusat dikoordinir oleh Bappenas sedangkan tahap penganggaran dipimpin oleh Kementerian Keuangan pada Pemerintah Pusat. Pada tahap ini diawali dengan persiapan rancangan Undang-Undang APBN oleh pemerintah, yaitu pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau pengguna barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara atau Lembaga (RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun kemudian penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala prioritas dan penyusunan budget exercise oleh menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau pengguna barang berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapainya.  Pada tahapan ini juga diadakan rapat komisi antara masing-masing Komisi dengan mitra kerjanya (departemen atau lembaga teknis).
Setelah persiapan RUU-APBN selesai dan adanya perkirakan terjadi defisit, maka ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam UU-APBN dan apabila dalam hal anggaran diperkirakan terjadinya surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada DPR.  Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan, kemudian dilakukan pembahasan bersama antara Pemerintah Pusat dengan DPR untuk membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara atau lembaga dalam penyusunan anggaran. 
Setelah Pemerintah Pusat mengajukan rancangan UU-APBN  Nota Keuangan dan dokumen-dokumen lengakap, terperinci dan pendukungnya kepada DPR biasanya penyampaian RUU APBN dan nota keuangan dilakukan pada tanggal 16 bulan Agustus tahun sebelumnya. Maka DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU-APBN. Pembahasan RUU tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR. Pengambilan keputusan oleh DPR selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja dan apabiala danya perubahan atau terdapat revisi yang berakibat perubahan harus mendapat persetujuan DPR. Kemudian DPR akan menetapkan RUU-APBN yang telah di ajaukan oleh pemerintah pusat menjadi UU-APBN yang siap akan di gunakan. Apabila DPR tidak menyutujui RUU-APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal ini yang mempunyai kewenangan penuh untuk penentuan dan pengambil keputusan APBN adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

2.      Pelaksanaan Anggaran/Perbendaharaan
Pada pemerintah pusat, pelaksanaan APBN dimulai dengan diterbitkannya Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran/DIPA. Segera setelah suatu tahun anggaran dimulai (1 Januari), maka DIPA harus segera diterbitkan untuk dibagikan kepada satuan-satuan kerja sebagai pengguna anggaran pada kementerian/lembaga. Seperti pada pemerintah pusat, pada pemerintah daerah juga harus menempuh cara yang sama dengan sedikit tambahan prosedur. Setelah terbit Peraturan Daerah tentang APBD, SKPD wajib menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran/DPA. Dengan demikian maka fleksibilitas penggunaan anggaran diberikan kepada Pengguna Anggaran. DPA disusun secara rinci menurut klasifikasi organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja disertai indikator kinerja. Dokumen ini disertai dengan rencana penarikan dana untuk mendanai kegiatan dan apabila dari kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan maka rencana penerimaan kas (pendapatan) juga harus dilampirkan.
Jika DIPA bagi Kementerian/Lembaga sudah dapat dijadikan dokumen untuk segera melaksanakan anggaran Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah masih diperlukan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD merupakan suatu dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan. SPD ini diperlukan untuk memastikan bahwa dana yang diperlukan melaksanakan kegiatan sudah tersedia pada saat kegiatan berlangsung. Setelah DPA dan SPD terbit, maka masing-masing satuan kerja wajib melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.
Selanjutnya atas pelaksanaan kegiatan oleh satuan kerja, ada dua sistem yang terkait dengan pelaksanaan anggaran, yaitu sistem penerimaan dan sistem pembayaran.


a.       Sistem Penerimaan
Seluruh penerimaan negara/daerah harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah dan tidak diperkenankan digunakan secara langsung oleh satuan kerja yang melakukan pemungutan (Azas Bruto). Oleh karena itu, penerimaan wajib disetor ke Rekening Kas Umum selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Dalam rangka mempercepat penerimaan pendapatan, Bendahara Umum Negara/Daerah (BUN/BUD) dapat membuka rekening penerimaan pada bank. Bank yang bersangkutan wajib menyetorkan penerimaan pendapatan setiap sore hari ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah.

b.      Sistem Pembayaran
Belanja membebani anggaran negara/daerah setelah barang/jasa diterima. Oleh karena itu terdapat pengaturan yang ketat tentang sistem pembayaran. Dalam sistem pembayaran terdapat dua pihak yang terkait, yaitu Pengguna Anggaran/Barang dan BUN/BUD.

Terdapat dua cara pembayaran, yaitu pembayaran yang dilakukan secara langsung oleh BUN/BUD kepada yang berhak menerima pembayaran atau lebih dikenal dengan sistem Langsung (LS). Pembayaran dengan sistem LS dilakukan untuk belanja dengan nilai yang cukup besar atau di atas jumlah tertentu. Cara lainnya adalah dengan menggunakan Uang Persediaan (UP) melalui Bendahara Pengeluaran. Pengeluaran dengan UP dilakukan untuk belanja yang nilainya kecil di bawah jumlah tertentu untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran.
Pelaksanaan anggaran dilakukan dengan mengikuti suatu sistem dan prosedur akuntansi. Sistem ini diperlukan untuk tujuan tiga hal, yaitu:
a. Untuk menetapkan prosedur yang harus diikuti oleh pihak-pihak yang terkait sehingga jelas pembagian kerja dan tanggung jawab diantara mereka.
b.  Untuk terselenggarakannya pengendalian intern dalam menghindari terjadinya penyelewengan.
    c. Untuk menghasilkan laporan keuangan pemerintah yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

POKOK MATERI :
1.      Gambaran Umum tentang APBD
2.      Struktur APBD
3.      Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah
4.      Perencanaan APBD
5.      Pelaksanaan APBD

1.      Gambaran Umum tentang APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.

2.      Struktur APBD 
Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
a. Pendapatan Daerah
b. Belanja Daerah
c. Pembiayaan
Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus anggaran, tapi apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut defisit anggaran. Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus atau jumlah defisit anggaran.
a.       Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah.
Pendapatan daerah terdiri atas:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari :
a)    pajak daerah;
b)    retribusi daerah;
c)    hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d)    lain-lain PAD yang sah, terdiri dari :
(1)    hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
(2) hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak  dipisahkan;
(3)    jasa giro;
(4)    pendapatan bunga;
(5)    tuntutan ganti rugi;
(6)    keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
(7)     komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
2) Dana Perimbangan; terdiri dari :
a)    Dana Bagi Hasil
b)    Dana Alokasi Umum (DAU), dan
c)    Dana Alokasi Khusus (DAK)
d)    Lain-lain pendapatan daerah yang sah, meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang merupakan bagian dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.

b.      Belanja Daerah
Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi keunggulan daerah. Belanja penyelenggaraan urusan wajib tersebut diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah. Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari:
1)      klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan
2)      klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.
Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan menurut kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.
Sedangkan klasifikasi belanja menurut fungsi pengelolaan negara digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari:
1)      pelayanan umum;
2)      ketertiban dan keamanan;
3)      ekonomi;
4)      lingkungan hidup;
5)      perumahan dan fasilitas umum;
6)      kesehatan;
7)      pariwisata dan budaya;
8)      agama;
9)      pendidikan; serta
10)  perlindungan sosial.

Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari:
1)      belanja pegawai;
2)      belanja barang dan jasa;
3)      belanja modal;
4)      bunga;
5)      subsidi;
6)      hibah;
7)      bantuan sosial;
8)      belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan
9)      belanja tidak terduga.
Penganggaran dalam APBD untuk setiap jenis belanja berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

c.       Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan mencakup:
1)      SiLPA tahun anggaran sebelumnya;
2)      pencairan dana cadangan;
3)      hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
4)      penerimaan pinjaman; dan
5)      penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Pengeluaran pembiayaan mencakup:
1)      pembentukan dana cadangan;
2)      penyertaan modal pemerintah daerah;
3)      pembayaran pokok utang; dan
4)      pemberian pinjaman.
Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.

3.      Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
a. Kesatuan : Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
b. Universalitas : Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
c.  Tahunan : Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu
d. Spesialitas : Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
e. Akrual : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas
f. Kas : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi   pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah

Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16 dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan selambat-¬lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.

4.      Perencanaan APBD
Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan mencakup penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan anggaran daerah (5).Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 serta Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha.
b. DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
c. Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.
d. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD.
e. RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
f. Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.
g. Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
h. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Berikut ini bagan Penyusunan Perencanaan Anggaran:

Sinkronisasi-KUA PPAS
1.    Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

2.    Kebijakan Umum APBD
Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut memuat antara lain:
a.  pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah;
b.    prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
c.    teknis penyusunan APBD; dan
d.    hal-hal khusus lainnya.

Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.
Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaranberikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.

3.     Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut :
a.    menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
b.    menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c.    menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.

Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.

4.    Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:
a.  PPAS  yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan;
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c.   batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d.  hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.

Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Untuk terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja, dan terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan. Evaluasi tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang belum dapat dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya untuk dilaksanakan dan/atau diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan. Dalam hal suatu program dan kegiatan merupakan tahun terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, kebutuhan dananya harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan.
Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja memperhatikan:
a.    indikator kinerja.
Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan yang direncanakan.
b.    capaian atau target kinerja.
Capaian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan.
c.    analisis standar belanja.
Analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
d.    standar satuan harga.
Standar satuan harga merupakan harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku di suatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
e.    standar pelayanan minimal.
Standar pelayanan minimal merupakan tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.

RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan.
RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.

5. Penyiapan Raperda APBD
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a.    ringkasan APBD;
b.    ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c.  rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan;
d.  rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e.  rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f.    daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g.    daftar piutang daerah;
h.    daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i.    daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j.    daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l.    daftar dana cadangan daerah; dan
m.  daftar pinjaman daerah.

Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a.  ringkasan penjabaran APBD;
b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat penjelasan sebagai berikut:
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif pungutan/harga;
b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.

Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.
Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah Selaku Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah.

6. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan. Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga.
Atas dasar persetujuan bersama, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran APBD tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari :
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f.   daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g.  daftar piutang daerah;
h.  daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i.   daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j.   daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l.   daftar dana cadangan daerah; dan
m.  daftar pinjaman daerah.

Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani persetujuan bersama.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.
Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.
Khusus untuk pengeluaran, diatur bahwa pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran, hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil serta penyediaan dana pendamping atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan dalam undang-undang.

7. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Penyampaian rancangan disertai dengan:
a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD;
b.    KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c.  risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.

Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.
Dalam hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.
Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan gubernur. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang APBD.
Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya, ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan oleh kepala daerah bersama dengan Badan anggaran DPRD. Hasil penyempurnaan ditetapkan oleh pimpinan DPRD. Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan peraturan daerah tentang APBD.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada kepada gubernur bagi APBD kabupaten/kota paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan. Dalam hal pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani keputusan pimpinan DPRD.
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri.

8. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.




9. Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a.    perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b.   keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c.  keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
d.    keadaan darurat; dan
e.    keadaan luar biasa.

Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan darurat tersebut sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;
b.    tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c.    berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.

Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).
Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Realisasi pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa tersebut dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan seperti halnya evaluasi dan penetapan rancangan APBD. Apabila hasil evaluasi tersebut tidak ditindaklanjuti oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah dimaksud dibatalkan dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun berjalan termasuk untuk pendanaan keadaan darurat.
Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh Gubernur. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala daerah wajib memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan selanjutnya kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.

1.      Pelaksanaan APBD
a.      Rancangan DPA-SKPD
Rancangan DPA-SKPD disusun dan disahkan oleh beberapa pihak yang terkait, diantaranya :
1)       PPKD
Dalam kegiatan ini, PPKD memiliki tugas sebagai berikut :
a)      Membuat Surat Pemberitahuan pembuatan rancangan DPA-SKPD berdasarkan Perda APBD dan Per KDH Penjabaran APBD.
b)      Menyerahkan Surat Pemberitahuan pada SKPD.
c)      Mengotorisasi Rancangan DPA-SKPD.
d)     Menandatangani Rancangan DPA-SKPD yang telah disetujui oleh SEKDA menjadi DPA-SKPD.
e)      Memberikan tembusan DPA-SKPD kepada SKPD, Satuan Kerja Pengawasan Daerah, dan BPK.
2)      SKPD
Dalam kegiatan ini, SKPD memiliki tugas sebagai berikut :
a)       Menyusun Rancangan DPA-SKPD.
b)      Menyerahkan Rancangan DPA-SKPD pada PPKD dalam batas waktu yang telah ditetapkan.
3)      Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
Dalam kegiatan ini, TAPD memiliki tugas sebagai berikut :
a)      Melakukan verifikasi Rancangan DPA-SKPD bersama Kepala SKPD.
b)      Menyerahkan Rancangan DPA-SKPD yang telah lolos verifikasi kepada SEKDA.
4)      SEKDA
Dalam kegiatan ini, SEKDA memiliki tugas untuk :
a)      Menyetujui Rancangan DPA-SKPD.
5)       PPKD
Dalam kegiatan ini, PPKD memiliki tugas sebagai berikut :
a)      Membuat Surat Pemberitahuan pembuatan rancangan DPA-SKPD berdasarkan Perda Perubahan APBD dan Per KDH Penjabaran Perubahan APBD.
b)      Menyerahkan Surat Pemberitahuan pada SKPD.
c)      Mengesahkan Rancangan DPA-SKPD yang telah disetujui oleh SEKDA menjadi DPA-SKPD.
d)     Memberikan tembusan DPA-SKPD kepada SKPD.
6)      SKPD
Dalam kegiatan ini, SKPD memiliki tugas sebagai berikut :
a)      Menyusun Rancangan DPA-SKPD.
b)      Menyerahkan Rancangan DPA-SKPD pada PPKD dalam batas waktu yang telahditetapkan.
7)      Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
Dalam kegiatan ini, TAPD memiliki tugas sebagai berikut :
a)      Melakukan otorisasi Rancangan DPA-SKPD.
b)      Menyerahkan Rancangan DPA-SKPD yang telah diotorisasi kepada Sekda.
c)      Mengesahkan rancangan DPA-SKPD menjadi DPA-SKPD.
b.      Verifikasi DPA
1)      Rancangan DPA SKPD yang disampaikan kepada PPKD, sebelumnya harus telah di verifikasi oleh TAPD dan Kepala SKPD paling lambat 15 hari kerja sejak ditetapkannya Peraturan Bupati Bangka Barat tentang penjabaran APBD.
2)      Rancangan DPA SKPD yang telah diverifikasi tersebut disampaikan oleh Kepala SKPD kepada PPKD melalui Seksi Anggaran DPPKA.
3)      Dalam hal Rancangan DPA-SKPD tersebut ditolak, maka PPKD melalui seksi anggaran DPPKA mengembalikan rancangan DPA-SKPD kepada Kepala SKPD untuk dibahas kembali bersama TAPD.
4)      Dalam hal Rancangan DPA-SKPD diterima oleh PPKD maka PPKD menyampaikan kepada Sekda agar memberikan persetujuan terhadap Rancangan DPA-SKPD tersebut.
5)      Dalam Rancangan DPA-SKPD yang telah disetujui Sekda selanjutnya dikembalikan kepada PPKD untuk ditandatangani.
6)      Persetujuan sekda terhadap Rancangan DPA SKPD dalam bentuk Rekapitulasi DPA yang ditandatangani oleh Sekda.
7)      Setelah PPKD menerima persetujuan sekda dalam bentuk Rekapitulasi DPA SKPD yang telah ditandatangani oleh sekda, maka PPKD mengotorisasi Rancangan DPA-SKPD.
8)      Berdasarkan hasil verifikasi TAPD dan Kepala SKPD dan persetujuan Sekda, PPKD mengesahkan Rancangan DPA-SKPD.
9)      DPA-SKPD yang telah disahkan disampaikan kembali oleh PPKD melalui Seksi Anggaran DPPKA kepada Kepala SKPD, Inspektorat Kabupaten Bangka Barat, dan BPK paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan.
10)  Setelah PPKD mengesahkan Rancangan DPA-SKPD menjadi DPA-SKPD, DPA-SKPD dibuat rangkap empat:
a)      Dokumen pertama untuk SKPD
→ Penyerahan kepada SKPD selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak disahkan.
→ Digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang.
b)      Dokumen kedua untuk Satuan Kerja Pengawasan Daerah
c)      Dokumen ketiga untuk BPK
d)   Dokumen keempat dipakai oleh PPKD sebagai dasar pembuatan SPD