PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN ANGGARAN PEMERINTAH
PUSAT
POKOK MATERI :
1.
Gambaran Umum
tentang APBN
2.
Fungsi Anggaran
dan Penyempurnaan Penganggaran
3.
Tahapan dalam
Proses Perencanaan Dan Penyusunan APBN
4.
Pelaksanaan
Anggaran/Perbendaharaan
1.
Gambaran Umum tentang APBN
APBN (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara)
adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) (berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003). APBN biasanya
dimulai 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember tahun anggaran. Di
dalam APBN tercantum besarnya penerimaan dan pengeluaran, serta pembiayaan
dalam tahun anggaran yang direncanakan.
Penyusunan
dan pelaksanaan APBN di Indonesia di laksanakan tanggal 1 April 31 Maret tahun
berikutnya (tahun anggaran). Landasan hukum penyusunan APBN adalah terdapat
pasal 23 Ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan:” Tiap- tiap tahun APBN di tetapkan
undang-undang. Apabila dalam penyetujuan anggaran yang di usulkan tidak di
setujui DPR maka pemerintah memakai anggaran tahun lalu (periode sebelumnya)”.
Dan dasar hukum lain yang melandasi
penyusunan APBN adalah sebagai berikut :
a) UU
No.17 tahun 2003 tentang keuangan negara.
b) UU
No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah..
2.
Fungsi Anggaran dan Penyempurnaan Penganggaran
Adapun fungsi anggaran, baik APBN maupun APBD yaitu sebagai berikut:
a.
Fungsi
otorisasi,
mengandung arti bahwa
anggaran pemerintah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja
pada tahun yang bersangkutan.
b.
Fungsi
perencanaan,
mengandung arti bahwa
anggaran pemerintah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan.
c.
Fungsi
pengawasan,
mengandung arti bahwa
anggaran pemerintah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan negara telah sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
d.
Fungsi alokasi,
mengandung arti bahwa
anggaran pemerintah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas
perekonomian.
e.
Fungsi
distribusi,
mengandung arti bahwa kebijakan
anggaran pemerintah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
f.
Fungsi
stabilitasasi,
mengandung arti bahwa
anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.
Dalam upaya untuk
meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut, telah dilakukan
pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan
dan penetapan anggaran. Selain itu, dalam rangka reformasi bidang keuangan
negara, penyempurnaan penganggaran juga dilakukan
melalui pendekatan berikut ini:
a.
Pengintegrasian
Antara Rencana Kerja dan Anggaran
Dalam penyusunan
anggaran dewasa ini digunakan pendekatan budget
is a plan, a plan is budget. Oleh karena itu, antara rencana kerja dan
anggaran merupakan satu kesatuan, disusun secara terintegrasi. Untuk
melaksanakan konsep ini Pemerintah harus memiliki rencana kerja dengan
indikator kinerja yang terukur sebagai prasyaratnya.
b.
Penyatuan
Anggaran
Pendekatan yang
digunakan dalam penganggaran adalah mempunyai satu dokumen anggaran, artinya
Menteri/Ketua Lembaga /Kepala SKPD bertanggung jawab secara formil dan materiil
atas penggunaan anggaran di masing-masing instansinya. Tidak ada lagi pemisahan
antara anggaran rutin dan pembangunan. Dengan pendekatan ini diharapkan tidak
terjadi duplikasi anggaran, sehingga anggaran dapat dimanfaatkan secara lebih
efisien dan efektif.
c.
Penganggaran
Berbasis Kinerja
Konsep yang digunakan
dalam anggaran ini adalah alokasi anggaran sesuai dengan hasil yang akan
dicapai, terutama berfokus pada output atau keluaran dari kegiatan yang
dilaksanakan. Oleh karena itu, untuk keperluan ini diperlukan adanya
program/kegiatan yang jelas, yang akan dilaksanakan pada suatu tahun anggaran.
Dalam penerapan anggaran berbasis kinerja ini diperlukan adanya: indikator
kinerja, khususnya output (keluaran) dan outcome (hasil), standar pelayanan
minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah, standar analisa biaya, dan biaya
standar keluaran yang dihasilkan.
d.
Penggunaan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
Pemerintah dituntut
untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Oleh karena
itu, Pemerintah wajib menyusun Rencana Kerja Jangka Panjang, Rencana Kerja
Jangka Menengah/Rencana Strategis, dan Rencana Kerja Tahunan. Dalam rangka
menjaga kesinambungan program/ kegiatannya, pemerintah dituntut menyusun
anggaran dengan perspektif waktu jangka menengah. Selain menyajikan anggaran
yang dibutuhkan selama tahun berjalan, pemerintah juga dituntut memperhitungkan
implikasi biaya yang akan menjadi beban pada APBN/APBD tahun anggaran
berikutnya sehubungan dengan adanya program/kegiatan tersebut.
e.
Klasifikasi
anggaran
Dalam rangka
meningkatkan kualitas informasi keuangan, Pemerintah menggunakan klasifikasi anggaran yang dikembangkan mengacu pada Government
Finance Statistic (GFS) sebagaimana yang sudah diterapkan di berbagai
negara. Klasifikasi anggaran dimaksud terdiri dari klasifikasi menurut fungsi,
menurut organisasi, dan menurut jenis belanja.
3. Tahapan dalam Proses Perencanaan Dan Penyusunan APBN
![rncangan apbn.jpg](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Tahap perencanaan pada Pemerintah
Pusat dikoordinir oleh Bappenas
sedangkan tahap penganggaran dipimpin oleh Kementerian Keuangan pada Pemerintah
Pusat. Pada tahap ini diawali dengan persiapan rancangan Undang-Undang APBN
oleh pemerintah, yaitu pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau pengguna
barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara atau Lembaga
(RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan
dicapai, disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun
anggaran yang sedang disusun kemudian penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan
penerimaan dan pengeluaran, skala prioritas dan penyusunan budget exercise oleh
menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau pengguna barang berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapainya.
Pada tahapan ini juga diadakan rapat komisi antara masing-masing Komisi
dengan mitra kerjanya (departemen atau lembaga teknis).
Setelah persiapan
RUU-APBN selesai dan adanya perkirakan terjadi defisit, maka ditetapkan
sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam UU-APBN dan
apabila dalam hal anggaran diperkirakan terjadinya surplus, pemerintah pusat
dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada DPR. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok
kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada
DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan, kemudian dilakukan
pembahasan bersama antara Pemerintah Pusat dengan DPR untuk membahas kebijakan
umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian
negara atau lembaga dalam penyusunan anggaran.
Setelah Pemerintah
Pusat mengajukan rancangan UU-APBN Nota
Keuangan dan dokumen-dokumen lengakap, terperinci dan pendukungnya kepada DPR
biasanya penyampaian RUU APBN dan nota keuangan dilakukan pada tanggal 16 bulan
Agustus tahun sebelumnya. Maka DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan
perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU-APBN. Pembahasan RUU
tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan
kedudukan DPR. Pengambilan keputusan oleh DPR selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh
DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis
belanja dan apabiala danya perubahan atau terdapat revisi yang berakibat
perubahan harus mendapat persetujuan DPR. Kemudian DPR akan menetapkan RUU-APBN
yang telah di ajaukan oleh pemerintah pusat menjadi UU-APBN yang siap akan di
gunakan. Apabila DPR tidak menyutujui RUU-APBN, Pemerintah Pusat dapat
melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran
sebelumnya. Dalam hal ini yang mempunyai kewenangan penuh untuk penentuan dan
pengambil keputusan APBN adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
2.
Pelaksanaan Anggaran/Perbendaharaan
Pada pemerintah pusat,
pelaksanaan APBN dimulai dengan diterbitkannya Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran/DIPA. Segera setelah suatu tahun anggaran dimulai (1 Januari), maka
DIPA harus segera diterbitkan untuk dibagikan kepada satuan-satuan kerja
sebagai pengguna anggaran pada kementerian/lembaga. Seperti pada pemerintah
pusat, pada pemerintah daerah juga harus menempuh cara yang sama dengan sedikit
tambahan prosedur. Setelah terbit Peraturan Daerah tentang APBD, SKPD wajib
menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran/DPA. Dengan demikian maka fleksibilitas
penggunaan anggaran diberikan kepada Pengguna Anggaran. DPA disusun secara
rinci menurut klasifikasi organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis
belanja disertai indikator kinerja. Dokumen ini disertai dengan rencana
penarikan dana untuk mendanai kegiatan dan apabila dari kegiatan tersebut
menghasilkan pendapatan maka rencana penerimaan kas (pendapatan) juga harus
dilampirkan.
Jika DIPA bagi Kementerian/Lembaga
sudah dapat dijadikan dokumen untuk segera melaksanakan anggaran Pemerintah
Pusat, pada pemerintah daerah masih diperlukan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD
merupakan suatu dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan
kegiatan. SPD ini diperlukan untuk memastikan bahwa dana yang diperlukan
melaksanakan kegiatan sudah tersedia pada saat kegiatan berlangsung. Setelah
DPA dan SPD terbit, maka masing-masing satuan kerja wajib melaksanakan kegiatan
yang menjadi tanggung jawabnya.
Selanjutnya atas
pelaksanaan kegiatan oleh satuan kerja, ada dua sistem yang terkait dengan
pelaksanaan anggaran, yaitu sistem penerimaan dan sistem pembayaran.
a.
Sistem
Penerimaan
Seluruh penerimaan
negara/daerah harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah dan tidak
diperkenankan digunakan secara langsung oleh satuan kerja yang melakukan
pemungutan (Azas Bruto). Oleh karena itu, penerimaan wajib disetor ke Rekening
Kas Umum selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Dalam rangka mempercepat penerimaan
pendapatan, Bendahara Umum Negara/Daerah (BUN/BUD) dapat membuka rekening
penerimaan pada bank. Bank yang bersangkutan wajib menyetorkan penerimaan
pendapatan setiap sore hari ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
b.
Sistem
Pembayaran
Belanja membebani
anggaran negara/daerah setelah barang/jasa diterima. Oleh karena itu terdapat
pengaturan yang ketat tentang sistem pembayaran. Dalam sistem pembayaran
terdapat dua pihak yang terkait, yaitu Pengguna Anggaran/Barang dan BUN/BUD.
Terdapat dua cara
pembayaran, yaitu pembayaran yang dilakukan secara langsung oleh BUN/BUD kepada
yang berhak menerima pembayaran atau lebih dikenal dengan sistem Langsung (LS).
Pembayaran dengan sistem LS dilakukan untuk belanja dengan nilai yang cukup
besar atau di atas jumlah tertentu. Cara lainnya adalah dengan menggunakan Uang
Persediaan (UP) melalui Bendahara Pengeluaran. Pengeluaran dengan UP dilakukan
untuk belanja yang nilainya kecil di bawah jumlah tertentu untuk membiayai
keperluan sehari-hari perkantoran.
Pelaksanaan anggaran
dilakukan dengan mengikuti suatu sistem dan prosedur akuntansi. Sistem ini diperlukan untuk tujuan tiga
hal, yaitu:
a. Untuk menetapkan
prosedur yang harus diikuti oleh pihak-pihak yang terkait sehingga jelas
pembagian kerja dan tanggung jawab diantara mereka.
b. Untuk terselenggarakannya pengendalian intern
dalam menghindari terjadinya penyelewengan.
c. Untuk menghasilkan
laporan keuangan pemerintah yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP).
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN ANGGARAN PEMERINTAH
DAERAH
POKOK MATERI :
1.
Gambaran Umum
tentang APBD
2.
Struktur APBD
3.
Prinsip-Prinsip
Anggaran Daerah
4.
Perencanaan APBD
5.
Pelaksanaan APBD
1.
Gambaran Umum tentang APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah selanjutnya disingkat APBD
adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang
Keuangan Negara).
APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD
merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu.
Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang
ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang
membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai
jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun
anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan
berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan,
pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan
kerangka waktu tersebut.
APBD
disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan
upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau
input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan
perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber
pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah
ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan
batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh
melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran
pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat
pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
2.
Struktur APBD
Struktur
APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
a.
Pendapatan Daerah
b.
Belanja Daerah
c.
Pembiayaan
Selisih
lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus anggaran, tapi
apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut defisit anggaran. Jumlah
pembiayaan sama dengan jumlah surplus atau jumlah defisit anggaran.
a.
Pendapatan
Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas
Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam
satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah.
Pendapatan
daerah terdiri atas:
1)
Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari :
a) pajak daerah;
b) retribusi daerah;
c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan
d) lain-lain PAD yang sah, terdiri dari :
(1) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
(2) hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan
daerah yang tidak dipisahkan;
(3) jasa giro;
(4) pendapatan bunga;
(5) tuntutan ganti rugi;
(6) keuntungan selisih nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing; dan
(7) komisi,
potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan
barang dan/atau jasa oleh daerah.
2)
Dana Perimbangan; terdiri dari :
a) Dana Bagi Hasil
b) Dana Alokasi Umum (DAU), dan
c) Dana Alokasi Khusus (DAK)
d) Lain-lain pendapatan daerah yang sah,
meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Hibah yang merupakan bagian dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari
pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang
tidak mengikat.
b.
Belanja Daerah
Komponen
berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah
dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
Daerah.
Belanja
daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan
dengan hak dan pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan
oleh pemerintah daerah. Sedangkan urusan
pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi keunggulan
daerah. Belanja penyelenggaraan urusan wajib tersebut diprioritaskan untuk
melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi
kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar,
pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta
mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal
berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Belanja
daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta
jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan
susunan organisasi pemerintahan daerah. Klasifikasi
belanja menurut fungsi terdiri dari:
1)
klasifikasi
berdasarkan urusan pemerintahan; dan
2)
klasifikasi
fungsi pengelolaan keuangan negara.
Klasifikasi
belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan menurut kewenangan
pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.
Sedangkan
klasifikasi belanja menurut fungsi
pengelolaan negara digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan
pengelolaan keuangan negara terdiri dari:
1)
pelayanan umum;
2)
ketertiban dan
keamanan;
3)
ekonomi;
4)
lingkungan
hidup;
5)
perumahan dan fasilitas
umum;
6)
kesehatan;
7)
pariwisata dan
budaya;
8)
agama;
9)
pendidikan;
serta
10) perlindungan sosial.
Klasifikasi
belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan klasifikasi
belanja menurut jenis belanja terdiri dari:
1)
belanja pegawai;
2)
belanja barang
dan jasa;
3)
belanja modal;
4)
bunga;
5)
subsidi;
6)
hibah;
7)
bantuan sosial;
8)
belanja bagi
hasil dan bantuan keuangan; dan
9)
belanja tidak
terduga.
Penganggaran
dalam APBD untuk setiap jenis belanja berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
c.
Pembiayaan
Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran
pembiayaan.
Penerimaan
pembiayaan mencakup:
1)
SiLPA tahun
anggaran sebelumnya;
2)
pencairan dana
cadangan;
3)
hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan;
4)
penerimaan
pinjaman; dan
5)
penerimaan
kembali pemberian pinjaman.
Pengeluaran
pembiayaan mencakup:
1)
pembentukan dana
cadangan;
2)
penyertaan modal
pemerintah daerah;
3)
pembayaran pokok
utang; dan
4)
pemberian
pinjaman.
Pembiayaan
neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran
pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.
3.
Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah
Prinsip-prinsip
dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang berlaku
juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan
dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
a. Kesatuan : Azas ini menghendaki agar semua
Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
b. Universalitas : Azas ini mengharuskan agar setiap
transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
c. Tahunan :
Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu
d. Spesialitas : Azas
ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas
peruntukannya.
e. Akrual : Azas ini menghendaki anggaran suatu
tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau
menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun
sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas
f. Kas : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun
anggaran dibebani pada saat terjadi pengeluaran/
penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah
Ketentuan mengenai
pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16 dalam UU Nomor 17 Tahun 2003,
dilaksanakan selambat-¬lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan
pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
4.
Perencanaan APBD
Perencanaan
anggaran daerah secara keseluruhan mencakup penyusunan Kebijakan Umum APBD
sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses
perencanaan anggaran daerah (5).Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003
serta Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004, tahapan tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum
APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD
paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD
tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara
lain dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang
selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap
aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia
usaha.
b. DPRD kemudian
membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
c. Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah
disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan
plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.
d. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun
RKA-SKPD tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran
sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD.
e. RKA-SKPD tersebut
kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
RAPBD.
f. Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada
pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda
tentang APBD tahun berikutnya.
g. Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda
tentang APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada
DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
h. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai
rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Berikut ini bagan Penyusunan
Perencanaan Anggaran:
![Sinkronisasi-KUA PPAS](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
1. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan
APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu kegiatan
pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja
SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja
Pemerintah Pusat.
RKPD
tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan
kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah
mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD disusun untuk menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan.
Penyusunan
RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran
berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
2. Kebijakan Umum APBD
Setelah
Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu menyusun
Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala
daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang
ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD yang
ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut memuat antara lain:
a. pokok-pokok
kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah
daerah;
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun
anggaran berkenaan;
c. teknis penyusunan APBD; dan
d. hal-hal khusus lainnya.
Rancangan
KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang
akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan
daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah,
sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya.
Program-program diselaraskan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang mendasari adalah pertimbangan atas
perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam
menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah
disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan
daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.
Rancangan
KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni
tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun
anggaranberikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran
DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA
paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.
3. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Selanjutnya
berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun
dengan tahapan sebagai berikut :
a. menentukan skala prioritas untuk urusan
wajib dan urusan pilihan;
b. menentukan urutan program untuk
masing-masing urusan; dan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk
masing-masing program.
Kepala
daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas
paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan
dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah
dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli
tahun anggaran berjalan.
KUA
serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota
kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan
DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk
pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA
dan PPAS dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan
nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan surat
edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala
SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah tentang
pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:
a. PPAS
yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan
dan pembiayaan;
b. sinkronisasi
program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan
standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. batas
waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan
perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi,
efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka
pencapaian prestasi kerja; dan
e. dokumen
sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD,
analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat
edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD diterbitkan paling
lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman
penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
RKA-SKPD
disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah
daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja.
Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan
menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan
anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran
berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
Pendekatan
penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan
penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk
menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Pendekatan
penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan
keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan
hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil
dan keluaran tersebut.
Untuk
terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan pendekatan kerangka pengeluaran
jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan
prestasi kerja, dan terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD
mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran
sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan. Evaluasi
tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang belum dapat dilaksanakan
dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya untuk dilaksanakan dan/atau
diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari
tahun yang direncanakan. Dalam hal suatu program dan kegiatan merupakan tahun
terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, kebutuhan dananya
harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan.
Penyusunan
RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja memperhatikan:
a. indikator kinerja.
Indikator
kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan
yang direncanakan.
b. capaian atau target kinerja.
Capaian
kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang berwujud
kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program
dan kegiatan.
c. analisis standar belanja.
Analisis
standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang
digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
d. standar satuan harga.
Standar
satuan harga merupakan harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku di
suatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
e. standar pelayanan minimal.
Standar
pelayanan minimal merupakan tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis
dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.
RKA-SKPD
memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan kegiatan,
serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan
rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk
tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat informasi tentang urusan pemerintahan
daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari
program dan kegiatan.
RKA-SKPD
yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut
oleh TAPD.
5. Penyiapan
Raperda APBD
Selanjutnya,
berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan
penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah
kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui
tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian
kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis
belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi
program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam
hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan
penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan
kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD
dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan
daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan
daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan
pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan
dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka
pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per
jabatan;
g. daftar piutang daerah;
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan
aset tetap daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan
aset lain-lain;
k. daftar
kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l. daftar dana cadangan daerah; dan
m. daftar pinjaman daerah.
Bersamaan
dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut
dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a.
ringkasan penjabaran APBD;
b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan
daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek
pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat penjelasan sebagai
berikut:
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum,
target/volume yang direncanakan, tarif pungutan/harga;
b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan
volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran,
sumber penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan
peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada
kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum
disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi rancangan
peraturan daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi mengenai
hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD
tahun anggaran yang direncanakan.
Penyebarluasan
rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah
Selaku Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah.
6. Penyampaian
dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala
daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya
kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran
sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian
rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan. Penetapan
agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan
persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah.
Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA
yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD
memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan
tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila
DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak
menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai
keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap
bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja
yang bersifat wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang
dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah
dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang
bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan
Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan
pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan
kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga.
Atas
dasar persetujuan bersama, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tentang
Penjabaran APBD tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari :
a.
ringkasan APBD;
b.
ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan,
belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan
daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan
keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan
keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per
jabatan;
g. daftar piutang daerah;
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i.
daftar perkiraan penambahan dan
pengurangan aset tetap daerah;
j.
daftar perkiraan penambahan dan pengurangan
aset lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran
sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran
ini;
l. daftar dana cadangan daerah; dan
m. daftar pinjaman daerah.
Dalam
hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana
tugas kepala daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani
persetujuan bersama.
Rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah memperoleh
pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan gubernur bagi
kabupaten/kota.
Penyampaian
rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan paling lama 15
(lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama
dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Apabila
dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja gubernur tidak mengesahkan
rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah menetapkan
rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.
Khusus untuk
pengeluaran, diatur bahwa pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran,
hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan
pegawai negeri sipil serta penyediaan dana pendamping atas program dan kegiatan
yang ditetapkan oleh pemerintah serta bagi hasil pajak daerah dan retribusi
daerah yang ditetapkan dalam undang-undang.
7. Evaluasi Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD
Rancangan
peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD
dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih
dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Penyampaian
rancangan disertai dengan:
a. persetujuan
bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala
daerah dan pimpinan DPRD;
c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal
penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.
Evaluasi
bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan
nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta
untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya
yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan
evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota
yang terkait.
Hasil
evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota
tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan
dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.
Dalam
hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama
7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil
evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan
Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi peraturan
daerah dan peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan peraturan daerah dan
peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun sebelumnya.
Pembatalan
peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan berlakunya pagu
APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan gubernur. Paling lama 7
(tujuh) hari kerja setelah pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan
pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah
mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut
dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang
APBD.
Pelaksanaan
pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya, ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan oleh kepala daerah bersama
dengan Badan anggaran DPRD. Hasil penyempurnaan ditetapkan oleh pimpinan DPRD.
Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan peraturan daerah tentang
APBD.
Keputusan
pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya.
Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan
keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Keputusan
pimpinan DPRD disampaikan kepada kepada gubernur bagi APBD kabupaten/kota
paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan. Dalam
hal pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani
keputusan pimpinan DPRD.
Gubernur
menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang
penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri.
8. Penetapan Peraturan Daerah
tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi
peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31
Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam
hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang
menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD.
Kepala
daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7
(tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
9. Perubahan APBD
Penyesuaian
APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD
dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD
tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan
asumsi KUA;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan
pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis
belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih
tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.
Dalam
keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan
APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan darurat
tersebut sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas
pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. berada di luar kendali dan pengaruh
pemerintah daerah; dan
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran
dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.
Perubahan
APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali
dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah keadaan yang
menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami
kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).
Pelaksanaan
pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Realisasi pengeluaran atas pendanaan
keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa tersebut dicantumkan dalam
rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Pemerintah
daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun
anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan berakhir. Persetujuan DPRD terhadap rancangan
peraturan daerah tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya
tahun anggaran.
Proses
evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan seperti halnya
evaluasi dan penetapan rancangan APBD. Apabila hasil evaluasi tersebut tidak
ditindaklanjuti oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah tetap menetapkan
rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD, peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah dimaksud dibatalkan dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun berjalan termasuk untuk pendanaan keadaan darurat.
Pembatalan
peraturan daerah tentang perubahan APBD kabupaten/kota dan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh Gubernur. Paling
lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala daerah wajib
memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
selanjutnya kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud.
Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang
pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.
1.
Pelaksanaan APBD
a.
Rancangan DPA-SKPD
Rancangan
DPA-SKPD disusun dan disahkan oleh beberapa pihak yang terkait, diantaranya :
1)
PPKD
Dalam kegiatan ini, PPKD memiliki tugas sebagai berikut :
a)
Membuat Surat Pemberitahuan
pembuatan rancangan DPA-SKPD berdasarkan Perda APBD dan Per KDH Penjabaran
APBD.
b)
Menyerahkan Surat
Pemberitahuan pada SKPD.
c)
Mengotorisasi Rancangan
DPA-SKPD.
d)
Menandatangani Rancangan
DPA-SKPD yang telah disetujui oleh SEKDA menjadi DPA-SKPD.
e)
Memberikan tembusan DPA-SKPD
kepada SKPD, Satuan Kerja Pengawasan Daerah, dan BPK.
2)
SKPD
Dalam kegiatan ini, SKPD
memiliki tugas sebagai berikut :
a)
Menyusun Rancangan DPA-SKPD.
b)
Menyerahkan Rancangan
DPA-SKPD pada PPKD dalam batas waktu yang telah ditetapkan.
3)
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
Dalam kegiatan ini, TAPD
memiliki tugas sebagai berikut :
a)
Melakukan verifikasi
Rancangan DPA-SKPD bersama Kepala SKPD.
b)
Menyerahkan Rancangan
DPA-SKPD yang telah lolos verifikasi kepada SEKDA.
4)
SEKDA
Dalam kegiatan ini, SEKDA
memiliki tugas untuk :
a)
Menyetujui Rancangan
DPA-SKPD.
5)
PPKD
Dalam kegiatan ini, PPKD
memiliki tugas sebagai berikut :
a) Membuat Surat Pemberitahuan pembuatan rancangan DPA-SKPD
berdasarkan Perda Perubahan APBD dan Per KDH Penjabaran Perubahan APBD.
b) Menyerahkan Surat Pemberitahuan pada SKPD.
c) Mengesahkan Rancangan DPA-SKPD yang telah disetujui oleh SEKDA
menjadi DPA-SKPD.
d) Memberikan tembusan DPA-SKPD kepada SKPD.
6)
SKPD
Dalam kegiatan ini, SKPD
memiliki tugas sebagai berikut :
a) Menyusun Rancangan DPA-SKPD.
b) Menyerahkan Rancangan DPA-SKPD pada PPKD dalam batas waktu yang
telahditetapkan.
7)
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
Dalam kegiatan ini, TAPD
memiliki tugas sebagai berikut :
a) Melakukan otorisasi Rancangan DPA-SKPD.
b) Menyerahkan Rancangan DPA-SKPD yang telah diotorisasi kepada
Sekda.
c) Mengesahkan rancangan DPA-SKPD menjadi DPA-SKPD.
b.
Verifikasi
DPA
1) Rancangan
DPA SKPD yang disampaikan kepada PPKD, sebelumnya harus telah di verifikasi
oleh TAPD dan Kepala SKPD paling lambat 15 hari kerja sejak ditetapkannya
Peraturan Bupati Bangka Barat tentang penjabaran APBD.
2) Rancangan
DPA SKPD yang telah diverifikasi tersebut disampaikan oleh Kepala SKPD kepada
PPKD melalui Seksi Anggaran DPPKA.
3) Dalam
hal Rancangan DPA-SKPD tersebut ditolak, maka PPKD melalui seksi anggaran DPPKA
mengembalikan rancangan DPA-SKPD kepada Kepala SKPD untuk dibahas kembali
bersama TAPD.
4) Dalam
hal Rancangan DPA-SKPD diterima oleh PPKD maka PPKD menyampaikan kepada Sekda
agar memberikan persetujuan terhadap Rancangan DPA-SKPD tersebut.
5) Dalam
Rancangan DPA-SKPD yang telah disetujui Sekda selanjutnya dikembalikan kepada PPKD
untuk ditandatangani.
6) Persetujuan
sekda terhadap Rancangan DPA SKPD dalam bentuk Rekapitulasi DPA yang
ditandatangani oleh Sekda.
7) Setelah
PPKD menerima persetujuan sekda dalam bentuk Rekapitulasi DPA SKPD yang telah
ditandatangani oleh sekda, maka PPKD mengotorisasi Rancangan DPA-SKPD.
8) Berdasarkan
hasil verifikasi TAPD dan Kepala SKPD dan persetujuan Sekda, PPKD mengesahkan
Rancangan DPA-SKPD.
9) DPA-SKPD
yang telah disahkan disampaikan kembali oleh PPKD melalui Seksi Anggaran DPPKA
kepada Kepala SKPD, Inspektorat Kabupaten Bangka Barat, dan BPK paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan.
10) Setelah
PPKD mengesahkan Rancangan DPA-SKPD menjadi DPA-SKPD, DPA-SKPD dibuat rangkap
empat:
a) Dokumen
pertama untuk SKPD
→ Penyerahan
kepada SKPD selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak disahkan.
→ Digunakan
sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku pengguna
anggaran/pengguna barang.
b) Dokumen
kedua untuk Satuan Kerja Pengawasan Daerah
c) Dokumen
ketiga untuk BPK
d) Dokumen keempat dipakai oleh PPKD sebagai dasar
pembuatan SPD